BUTON, (MonitorSultra.com) — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton menggelar rapat kerja Badan anggaran (Banggar) laporan realisasi semester 1 dan prognosis 6 bulan berikutnya oleh pihak eksekutif di Aula Kantor DPRD Buton, Rabu (20/8/2025).
Rapat dibuka langsung oleh ketua DPRD Buton, Mararusli Sihaji didampingi Wakil Ketua 2, La Madi dan yang mewakili Bupati Buton, Asisten 3 Muhidin.
Dalam forum rapat, Politisi Gerindra Rahman Pua mengulas kekhawatirannya akan kondisi pertumbuhan ekonomi yang tidak berjalan baik di Kabupaten Buton akibat dari lemah atau lesunya daya beli masyarakat.
“Saya juga tidak mengerti apakah ini kemudian kembali pada perencanaan kemudian pada kebijakan, tapi lagi-lagi asumsi saya bahwa melihat proses prognosis semester satu ini memang tidak berpihak pada pertumbuhan ekonomi kita,” kata Rahman Pua.
Melihat prognosis itu, Rahman merasa miris dengan anggaran yang begitu besar mencapai ratusan miliar namun realisasinya hanya berkisar Rp12 miliar.
“Sangat miris dan sangat menyedihkan ketika melihat jumlah anggaran kita dibelanja ada lebih kurang 124 miliar sekian-sekian namun realisasinya hanya 12 miliar, masih menyisakan 112 miliar dan kalu kita boleh jujur ini berpotensi untuk memberikan lagi beban APBD kita 2026. Kemudian kalau kemudian kita berasumsi bahwa kita tidak ada uang, banyak uang, karna dalam data prognosis ini kita masih surplus 160 sekian miliar,” sebutnya.
Dalam laporan pihak eksekutif, Rahman menemukan ada dana Rp8 miliar yang realisasinya adalah nol, lantas Ia menanyakan mengapa tidak diambil saja untuk dijadikan belanja.
“Kemudian saya dapatkan disini ada piutang-piuntang kita 8 miliar tapi realisasinya nol apa yang dikerja teman-teman ini kenapa tidak diambil supaya dijadikan belanja?,” ungkapnya.
Menanggapi pertanyaan itu, pihak BKAD Kabupaten Buton, Amal menyampaikan bahwa didalam penyusunan laporan realisasi semester pertama, pihaknya mengumpulkan seluruh data realisasi dari setiap OPD.
Antara lain, uang masuk ke kas daerah dan uang yang keluar dari kas daerah termasuk dengan non RKUD (non Rekening Kas Uang Daerah) atau tidak masuk ke kas daerah.
“Jadi laporan realisasi ini sebenarnya ini adalah by sistem SIPD dan saat ini dibentuk oleh berdasarkan SP2D yang keluar realisasinya dihimpun menjadi satu,” jelasnya.
“Terkait dengan apa yang ditanyakan Pak Rahman tadi yang 8 miliar, 8 miliar itu di kolom pendapatan itu adalah non RKUD. Jadi karena itu sistem ketika OPDnya tidak menginput di sistem maka hasilnya nol juga Pak, teramasuk JKN di dalamnya jadi uangnya itu langsung transfer ke rekening masing-masing tidak melalui kas daerah tidak melalui SP2D keuangan,” paparnya.
Selain itu, lanjut Amal, terkait sisa anggaran yang masih banyak itu karena belanja pegawai termasuk dana desa anggarannya dari pusat langsung ke rekening masing-masing desa tidak lagi melalui RKUD.
“Termasuk dana sertifikasi guru itu langsung ditransfer ke rekening masing-masing sehingga memang kami menyusun laporan ini butuh waktu yang lama,” tutup Amal.
(rsm/ms).