banner 200x800
banner 200x800

Menilai Gagal Jalankan Tugas, La Ode Ali Tantang Bawaslu dan KPU Buton Buka Diskusi Terbuka: Jangan Ada Dusta Diantara Kita

Example 120x600
banner 468x60

MONITORSULTRA.com, BUTON – Salah seorang masyarakat, La Ode Ali sekaligus pelapor pada dugaan ijazah palsu cawabup nomor urut 6 (Enak) tantang Bawaslu dan KPU buka diskusi terbuka.

“Saya siap menantang teman-teman Bawaslu dan KPU Buton untuk diskusi terbuka soal kinerja mereka khususnya dalam meloloskan paslon yang diduga menggunakan ijazah palsu,” kata La Ode Ali, Rabu (11/12/2024).

La Ode Ali menilai Bawaslu dan KPU gagal menjalankan tugasnya untuk menciptakan pesta demokrasi seperti apa yang diamanatkan undang-undang.

“Itu bisa dilihat dari kinerja mereka, seperti Bawaslu bagaimana mungkin menghentikan laporan hanya karena menganggap laporan itu tidak memenuhi syarat materil. Sementara syarat materil yang dimaksud mereka adalah pelapor harus melengkapi atau menyetor ijazah S2 terlapor dan surat keputusan KPU mengenai penetapan terlapor (Syarifudin Saafa-red) terkait apakah pada surat keputusan KPU mengenai penetapan Syarifudin Saafa itu sebagai cawabup turut melampirkan ijazah S2 nya. Inikan konyol,” jelas La Ode Ali.

Sebab, bagaimana mungkin pelapor lanjut La Ode Ali bisa menyanggupi hal itu jika kampus tempat terlapor kuliah sudah ditutup tahun 2021 lalu. Kemudian, dicek di pangkalan data dikti juga nama yang bersangkutan tidak ada untuk ijazah S2 nya.

“Lalu, mengenai surat keputusan KPU itukan ada di KPU dan mungkin juga di Bawaslu, mestinya hal itu bukan menjadi alasan oleh Bawaslu menghentikan laporan yang saya masukan,” imbuhnya.

“Apalagi Bawaslu kan sudah tahu bahwa ijazah S2 terlapor itu bermasalah saat verifikasi faktual sehingga dicoret atau dihapus. Artinya, foto copy atau ijazah S2 yang bersangkutan sudah ada sama mereka, dan itu juga ada dalam silon dan silon yang punya akses untuk melihat itu adalah Bawaslu dan KPU,” bebernya.

Begitu juga dengan pihak KPU tambah La Ode Ali, bahwa apa yang dilakukan KPU dengan meloloskan Syarifudin Saafa sebagai cawabup itu cacat nalar dan tidak berkepastian hukum. Karena, dari hasil verfak S2 nya bermasalah, mestinya yang bersangkutan sudah tidak memenuhi syarat untuk mengikuti Pilkada Buton 2024-2029.

“Bukan malah, karena S2 nya dianggap bermasalah lalu dicoret dan hanya memakai S1 nya. Memang benar bahwa syarat minimal itu SMA atau sederajat tapi kan tidak menggugurkan hasil verfak yang dianggap bermasalah tadi, beda halnya kalo ijazah S2 nya tidak dilampirkan saat pendaftaran dan tidak di apload di silon, tapi ini kan di apload,” ungkapnya.

Selain itu tambah La Ode Ali, KPU juga patut diduga tidak netral dan terkesan diskriminasi, kenapa? Karena baleho yang dicetak oleh KPU untuk semua paslon itu, gelar S2 Syarifudin Saafa tetap dicantumkan.

“Dan pencantuman gelar S2 itu tentu menguntungkan yang bersangkutan karena bisa mempengaruhi pemilih untuk memilih paslon dimaksud, maka sangat pantas jika independensi KPU dipertanyakan dan diduga kuat tidak netral,” pungkasnya.

(Adm).