BUTON, (Monitorsultra) — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara Cabang Buton ‘menyeret’ PT Putindo dan Bupati Buton Alvin Akawijaya Putra ke jalur hukum.
LBH HAMI melaporkan Bupati Buton dan PT Putindo Bintech ke Kejaksaan tinggi Sultra atas dugaan korupsi terkait MoU Perjanjian Kerja Sama (PKS) penggunaan jalan umum untuk pengangkutan tambang Aspal di Buton, Senin (29/9/2025).
LBH HAMI Buton sebagai bagian dari Pilar Penegakkan Hukum bersama Masyarakat Buton, telah se-Ia dan se-Kata dengan maksud ucapan Bapak Presiden RI “Kita harus menghadapi kenyataan, bahwa masih terlalu banyak kebocoran, penyelewengan, korupsi di negara kita” agar berperan aktif melawan Korupsi, sebab didepan ada Bapak Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, sebagai Panglima Tertinggi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vox Populi Vox Dei…!
Dengan senantiasa mengarapkan ridha dan rahmat dari Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, LBH HAMI Buton resmi melaporkan: (1) Pihak Pemerintah Kabupaten Buton : Pertama, ALVIN AKAWIJAYA PUTRA, SH., Jabatan Bupati Buton (TERLAPOR I), Kedua, RAMLI ADIA, S.Kom., M.Si, Jabatan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Buton (TERLAPOR II), dan M. WAHYUDDIN M., ST., M.Si., Jabatan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Buton (TERLAPOR III) dan (2) Pihak Ketiga (Swasta) PT. Putindo Bintech : Pertama, ROBIN SETYONO., Jabatan Direktur Utama PT. Putindo Bintech (TERLAPOR IV) dan SRIYANTO, ST., Jabatan Plant Manager PT. Putindo Bintech (TERLAPOR V), sehubungan dengan “Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) Penggunaan Jalan Umum Untuk Pengangkutan Tambang Aspal Di Buton”, di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, pada hari Senin, 29 September 2025.
Ketua LBH HAMI Buton, Adv. Apri Awo. SH. CIL. CMLC menerangkan laporan ini adalah buntut dari penandatanngan PKS antara Pemkab Buton dengan PT. Putindo Bintech, pada tanggal 18 Juni 2025, yakni “Penandatanganan Kerja Sama Antara Pemerintah Kabupaten Buton dengan PT. Putindo Bintech Tentang Penggunaan Jalan Umum Untuk Pengangkutan Aspal”, yang sebelumnya telah Kami (LBH HAMI Buton) peringatkan melalui Somasi Terbuka, pada tanggal 9 September 2025.
Lalu, mereka abai dan bergeming seolah angin lalu dan tidak diindahkan justru pengangkutan hasil tambang menggunakan jalan umum kendati mendapatkan protes dari Warga Masyarakat Buton pun tuntas dan mulus tanpa hambatan sebanyak 5.000 Ton, terangnya.
Apri, membeberkan dalam PKS tersebut Pihak Pertama ditandatangani oleh Terlapor II & III, bertindak untuk dan atas nama Pemda Buton No. 500.11/96.a/2025 dan No. 007/SPK/05/VI/2025, diperintahkan oleh Bupati Buton.
“Sedangkan Pihak Kedua ditandatangani oleh Terlapor V, bertindak untuk dan atas nama PT. Putindo Bintech, No. 001/PB-MoU/VI/2025, diperintahkan oleh Direktur Utama PT. Putindo,” tulis Apri Kepada media ini, Senin (29/9/2025).
Lebih lanjut Apri menegaskan, Penandatangan PKS sarat intrik ini pun tanpa sepengetahuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton, dinilai Ilegal dan Cacat Hukum. Sebab, Terlapor II dan Terlapor III tidak memiliki kewenangan hukum bertindak untuk dan atas nama Pemda Buton dan demikian halnya Terlapor V tidak memiliki kewenangan hukum bertindak untuk dan atas nama PT. Putindo Bintech, sebagaimana disebutkan pada Komparisi “PKS” dan tidak melalui tahapan sebagaimana ketentuan perundang-undangan, adalah Cacat Hukum.
Sebagaimana, ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) RI No. 22 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Kerjasama Daerah Dengan Daerah dan Kerja Sama Dengan Pihak Ketiga, Berita Negara No. 371 Tahun 2020, pada Bab III Perihal Kerjasama Dengan Pihak Ketiga (KSDPK), tidak melalui tahapan sebagaimana diatur pada Pasal 28 Permendagri No. 22/2020.
“Diduga kuat “PKS” dibahas secara Kilat tanpa melibatkan DPRD Buton demi memuluskan intrik syahwat penikmat hasil bumi (Aspal) di tanah Buton,” ungkapnya.
Bahwa Penandatanganan naskah Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf (d) seharusnya dilakukan oleh Kepala Daerah (Bupati) dengan Pimpinan Pihak Ketiga (Direktur Utama) (Vide: Pasal 33) dengan melalui Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e [vide: Pasal 34 Permendagri No. 22/2020].
Setelah mendapatkan persetujuan DPRD, Penyusunan Kontrak atau PKS dapat dilakukan yang melibatkan pakar/tenaga ahli dan diserahkan kepada Tim Koordinasi Kerjan Sama Daerah (TKKSD) sebagaimana ketentuan Pasal 35 Permendagri No. 22/2020. Bahwa tahap selanjutnya adalah Penandatanganan kontrak atau PKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g dilakukan oleh Kepala Daerah dan Pimpinan Pihak Ketiga atau Kepala Daerah dapat mendelegasikan penandatanganan kontrak atau PKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kepala Perangkat Daerah Pemrakarsa atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa dari Kepala Daerah. [vide: Pasal 36 Permendagri No. 22/202.
“Pada dasarnya “PKS” tersebut belum bisa dijadikan legalstanding dan melegitimasi aktivitas pengangkutan hasil tambang aspal menggunakan jalan umum, sebab “PKS” bersifat kesepakatan permulaan yang akan ditindaklanjuti menjadi ‘Kontrak’,” tegasnya.
Selain dari melawan hukum Permendagri No. 22/202, penggunaan Jalan Umum oleh Pihak Kedua, tidak memiliki izin dari Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) dan Dokumen Analisis Dampak Lalulintas (ANDALALIN) dari Dinas Perhubungan terkait, sehingga aktivitas Pengangkutan Aspal Pihak Kedua, adalah Perbuatan Melawan Hukum (ILEGAL) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Jo. Pasal 173, PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dan yang paling menyayat hati Warga Buton adalah tontonan para aparat yang tugasnya jelas berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU No.2 Tahun 2002 meliputi “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; Menegakkan hukum; dan Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat justru memberi karpet merah kepada mobil ‘overload’ perusahaan pengangkut aspal, sedang jikalau rakyat kecil yang melanggar lalu lintas auto ditilang ditempat. Rupanya cerita monir hukum tajam ke-bawah (rakyat), tumpul ke-atas (penguasa) terpampang jelas di depan mata di tanah Buton. Hal ini pula yang membuat LBH HAMI Buton tidak melayangkan Laporan kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) sebab kepercayaan Kami dan Masyarakat khususnya di Buton kepada Kepolisian Republik Indonesia yang katanya PRESISI, telah di nodai oleh oknum pilar penegak hukum, di tanah Al-Bhutuni..!!!, seru-nya.
Salus Populi Supreme Lex Esto…!!
Bahwa “Keselamatan Rakyat Adalah Hukum Tertinggi”, mengingat UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) : Pasal 2 Ayat (1) “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (Satu Milyar Rupiah; Pasal 3 “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidanan dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (Satu) tahun dan paling lama 20 (Dua Puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (Satu Milyar Rupiah)”; dan Pasal 12 “Dipidanan dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (Empat) tahun dan paling lama 20 (Dua Puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (Satu Milyar Rupiah)”.
Huruf (e) menyatakan “Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potonngan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Kongres Advokat Indonesia Buton (DPC KAI Buton) ini, pun menguraikan rekonstruksi perbuatan Melawan Hukum Para Terlapor. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas diduga kuat Para Terlapor telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2021 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor); jo. Permendagri RI No. 22 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Kerjasama Daerah Dengan Daerah dan Kerja Sama Dengan Pihak Ketiga, Berita Negara No. 371 Tahun 2020; jo. UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan; dan Jo. Pasal 173, PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Penandatangan PKS oleh Para Pihak diduga kuat atas perintah dan bantuan Bupati Buton dan Direktur Utama PT. Putindo Bintech, dan turut serta menyaksikan langsung Penandatangan “PKS” sebagaimana ketentuan Pasal 55 dan 56 KUHP tentang delik penyertaan (turut serta) dan pembantuan pada orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan pidana dan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan atau memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan secara Melawan Hukum, Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan atau Sarana yang ada padanya karena Jabatan atau Kedudukan, Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan atau memperkaya, diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, adalah Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR),” jelasnya.
Lanjutnya, terhadap keuntungan atau kekayaan yang diperoleh Para Pihak melalui Kompensasi atau Pendapatan tidak sah lainnya serta dugaan kuat indikasi suap-menyuap antara Para Terlapor dan pihak-pihak terkait demi mulusnya pelaksanaan “PKS” tersebut, perihal besaran jumlah keuntungan atau kekayaan yang didapatkan Para Terlapor dan pihak-pihak terkait lainnya adalah kewenangan Lembaga Audit Keuangan, Auditor Eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Auditor Internal oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), serta Inspektorat yang dapat menentukan taksiran kerugian keuangan dan perekonomian negara dari Perbuatan Melawan Hukum Para Terlapor.
Namun, selain kerugian keuangan dan perekonomian negara yang nyata adanya akibat Perbuatan Melawan Hukum Para Terlapor, masyarakat Kabupaten Buton mengalami dampak secara langsung. Halmana, yang menyayat hati seorang anak perempuan usia dini (Kelas 3 SD) menjadi korban langsung akibat dilindas mobil pengangkut aspal hingga cacat permanen, terjadinya pencemaran lingkungan, ketidakpastian keamanan dan kenyamanan di jalan umum, berkurangnya mobilitas perekonomian dan kesenjangan sosial. Akibat dari Perbuatan Melawan Hukum Para Terlapor, baik yang memberi perintah, turut serta menyaksikan langsunng atau membantu terjadinya penandatangan “PKS” adalah patut dimintai pertanggungjawaban hukum. Berdasarkan hasil investigasi LBH HAMI Buton selain dari Para Terlapor saat ini masih terbuka kemungkinan dugaan kuat Perbuatan Melawan Hukum yang sama akan dilakukan, sedang dilakukan atau telah dilakukan oleh Pihak Lain (Perusahaan Tambang Aspal) dengan Motif “PKS” seperti dalam Laporan ini, yakni Perusahaan Tambang Plat Merah (WKA) dan Swasta (YJT), warning pemilik titel CMLC (Certified Mining Legal Consutant), ini .
Equality Before The Law…!!!
Oleh karena itu, Kami tegaskan berdasarkan ketentuan UU No. 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Bagian Pertama Pada BAB III Tugas dan Wewenang yang telah diubah sehingga berbunyi “Diantaranya Pasl 30 ayat (1) huruf d, Pasal 30B Dalam bidang Intelijen penegakkan hukum, Kejaksaan berwenang melaksanakan pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Pasal 30C huruf b, “Turut serta dan aktif dalam pencarian kebenaran atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan konflik sosial tertentu demi terwujudnya keadilan”. Sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (2) KUHAP menegaskan hal yang diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan (Notoire Feiten Notorius) dan adanya bukti permulaan yang cukup, sebagaimana ketentuan pasal 1 angka (24) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang “telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”. Selanjutnya, pada Pasal 108 ayat (1) KUHAP, yang mana pada pokoknya menyatakan bahwa : ”Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa pidana yang merupakan tindakan pidana berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik baik lisan maupun tulisan”. Sehingga Pelapor diberikan Surat tanda penerimaan Laporan atau Pengaduan sebagamana ketentuan Pasal 108 ayat (6) KUHAP. Maka dengan demikian LBH HAMI BUTON meminta Kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara cq. yang memeriksa laporan ini untuk segera melakukan tahapan atau proses sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 7 ayat (1) huruf (a, d, e, dan g) KUHAPidana.
“Atas kerjasama dan atensinya Kami ucapkan, terimakasih. Sebab tumpuan dan harapan sebagaiman amanat Bapak Presiden Prabowo Subianto dalam memerangi Korupsi di Negeri ini, khususnya di Bumi Anoa kini berada di tubuh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (equality before the law),” tutupnya.