Perkembangan Dugaan Skandal SPJ Palsu Inspektorat Buton, 10 Saksi Sudah Diperiksa

Example 120x600
banner 468x60

BUTON, (MonitorSultra.com) — Kejaksaan negeri Buton terus melakukan penyidikan terkait dugaan skandal pemalsuan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) tahun 2024 yang terjadi di lingkup OPD Inspektorat Buton.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buton, Gunawan Wisnu Murdiyanto, S.H., M.H. melalui Kepala Seksi Intel Kejari Buton
Norbertus Dhendy Restu Prayogo, S.H., M.H mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi.

Sudah tahap penyidikan mas. Sudah 10 saksi diperiksa,” tulis Kasi Intel melalui pesan Whatsapp, Kamis (2/10/2025).

Sebelumnya diberitakan, dugaan skandal pemalsuan SPJ tahun 2024 Inspektorat Buton, Kejari Buton telah memeriksa 36 saksi dan meningkatkan perkara tersebut ke tahap penyidikan.

Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buton, Wijaya Wisnu Mardiyanto melalui Kepala Seksi Intel Kejari Buton Norbetus Dhendy R.

“Inspektorat itu, sudah tahap penyidikan, kalau dipenyeledikannya 36 saksi, kita naikan di penyidikan kemungkinannya bisa 36, bisa juga bertambah,” kata Nobertus saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (22/9) 2025).

“di penyidikan ini masih berjalan,” sambungnya.

Dilansir dari surumba.com, Bendahara Inspektorat berinisial KN diduga merekayasa dokumen SPJ hingga mencapai nilai Rp500 juta.

Fakta mencengangkan ini terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemkab Buton Tahun Anggaran 2024.

Kepala Inspektorat Kabupaten Buton, Gandid Sioni Bungaya, tak menampik adanya dugaan tersebut.

“Ya benar. Intinya, bendahara itu merekayasa SPJ,” ungkap Gandid saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16 Juli 2025).

Menurut Gandid, celah terjadi di sistem pencairan anggaran berbasis aplikasi Satker.

Idealnya, pencairan anggaran operasional di luar gaji diproses oleh bendahara, divalidasi kepala OPD (PA), baru kemudian masuk ke rekening penerima. Namun, KN justru memegang dua akun penting yakni bendahara dan PA.

“Dia pegang dua akun. Akun saya dengan akunnya dia. Jadi tinggal klik validasi sendiri Gandid.

Lebih parah, dana tersebut ditransfer ke rekening pribadinya.

BPK menemukan ketidaksesuaian data dan meminta dokumen asli. Namun, KN tidak dapat menunjukkannya. Akibatnya, potensi kerugian negara mengemuka dengan nilai dugaan mencapai Rp500 juta dari total anggaran Inspektorat sebesar Rp2,7 miliar.

Saat ini, KN telah dicopot dari jabatan bendahara dan menjadi staf biasa.

Inspektorat memberi waktu 60 hari bagi KN untuk mengembalikan uang, disertai jaminan berupa sertifikat tanah dan aset lainnya.

“Kalau tidak bisa dikembalikan, konsekuensinya lain lagi,” tegas Gandid.

(Rsm/Ms).